ٍ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ
“Amal itu tergantung niatnya" ... (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
[Sekali lagi masih topik yang nyelentang dari kesehatan.. :D]
Semua tergantung niatnya, niat baik akan berbuah kebaikan dan dicatat sebagai pahala, niat buruk bisa menjadi awal sesuatu yang buruk, meskipun belum dicatat sebagai dosa. Ternyata, keajaiban niat nggak cuma sampai di situ, lebih-lebih waktu berhubungan dengan tanah suci. Tempat dimana kekuatan niat dan ucapan sangat terasa.
Sebenarnya ini tentang kisahku dan sebuah kisah yang pernah aku dengar, seputar niatan saat akan beribadah umrah.
Berniat menemani...
Dari seorang teman aku pernah menyimak suatu cerita, ceritanya tentang anak berprestasi di bidang baca Al-Qur'an yang akhirnya mendapat kesempatan untuk umrah gratis sebagai hadiah dari prestasinya. Karena nggak tega melepas anak perempuannya sendiri ke negara asing, sang ayah dari anak itu berniat ikut anaknya. "Tak ngancani, wes.. cek gak dewean," begitu kira-kira kata-katanya saat itu. Dan sedihnya, ternyata kata-kata itu tercatat menjadi sebuah niatan si ayah. Saat berada di tanah suci sang ayah menderita sakit sehingga hanya bisa terbaring lemah, tak sanggup menjalankan rukun dan syarat ibadah umrah. "Niatan" sang ayah untuk hanya menemani si anak pun praktis terlaksana, tanpa kesempatan untuknya beribadah.
Kisah keluargaku "mbolang" di Arab...
Keinginan untuk berumrah sekeluarga sebenarnya sudah ada sejak tahun 2012, namun panggilan Allah untuk menuju tempat suciNya ternyata baru datang di tahun 2013. Awalnya papa dan mama ingin berumrah tanpa jasa agen umrah dan haji. Karena sudah pernah berhaji dan mama yang memiliki kemampuan untuk berbahasa Arab, keduanya ingin mengatur sendiri perjalanan mereka selama di Arab. Nampaknya keinginan inilah yang tercatat sebagai salah satu niatan mereka. Karena, walaupun kesulitan mendapatkan visa ke Arab sendiri, dan akhirnya harus pergi dengan salah satu agen umrah Jakarta, ternyata kami sekeluarga berkesempatan untuk "mbolang" di negara yang tandus itu.
Ceritanya berawal saat kami yang sempat berganti agen umrah sebelumnya, memutuskan untuk langsung berangkat tanpa pertemuan langsung ataupun manasik dengan agen yang baru. Menurut pendapat mama dan papa, umumnya umrah selalu mendahulukan kunjungan di kota Madinah, dan mereka yakin, ibadah umrah kami pun nantinya juga begitu, langsung menuju ke Madinah. Tapi, kami akhirnya bingung dan sedikit kaget saat tahu rombongan umrah yang diikuti akan langsung ke Mekkah. Sedangkan seharusnya miqat*) itu di ambil di atas pesawat. Padahal, baju ihram papa dan adik sudah masuk ke bagasi kabin. Dan kebetulan aku dan mama pun masih "berhalangan" pada saat itu, sehingga belum mungkin melakukan umrah setibanya di Mekkah nanti. Mama dan papa pun berusaha melakukan lobby, dan sedikit keberatan dengan keputusan agen umrah yang akan melakukan miqat darurat di bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Kami pun terus berdoa agar perjalanan ibadah umrah lancar dan ada keajaiban.
Setelah sampai di bandara, papa dan mama masih memutar otak untuk dapat menuju Madinah dari bandara Jeddah. Setelah sampai di bandara, semua paspor rombongan dibawa oleh seorang petugas dari kerajaan Arab yang disebut Muassasah. Saat itulah mama mulai melakukan lobi pada muassasah itu. Mama mengutarakan keinginannya untuk ke Madinah agar dapat menjalankan umrah dengan baik. Beruntung, bapak muassasah tersebut mau mengerti dan memberikan paspor kami bereempat. Kemudian, lobi dilanjutkan pada pemilik agen umrah di Jakarta. Karena kebetulan sudah mengenal beliau sebelumnya, akhirnya beliau juga bersedia melepas kami ke Madinah sendiri. Dan akhirnya semua setuju, rencananya, kami berempat akan " dilepas" di jalan utama menuju ke Madinah.
Di sebuah pom bensin kami turun dari bus rombongan. Kami sebenarnya tidak tahu cara untuk menuju Madinah dari tempat itu. Saat itu kami bertemu dengan seorang pria bermobil, dan mencoba bernegosiasi. Setelah berbincang sebentar, pria Arab itu bersedia mengantar kami dengan harga yang disepakati. Karena sudah menemukan cara untuk menuju Madinah, bus rombongan kami pergi meninggalkan kami untuk mengambil miqat darurat di masjid terdekat dan menuju Mekkah. Bapak yang akan mengantar kami pamit sebentar untuk minum kopi di kedai terdekat. Kemudian papa teringat kami belum memiliki pasta gigi, karena diambil oleh petugas bandara saat pemeriksaan (cairan/pasta melebihi 100ml). Papa kemudian pergi ke swalayan kecil masih di lokasi pom bensin tersebut untuk membeli pasta gigi. Tak lama, bapak yang akan mengantar kami datang lebih dahulu dari papa, kemudian dia langsung memasuki mobilnya dan pergi tanpa sepatah kata. Kami yang masih menunggu papa hanya bisa termangu melihat kepergiannya.
Setelah kejadian unik itu papa kembali datang dari swalayan kecil dan bergabung bersama aku, mama, dan adik. Kami pun bingung apa yang harus dilakukan untuk dapat mencapai kota Madinah dari tempat asing itu. Dengan bahasa Inggris seadanya aku juga ikut mencoba berdialog dengan orang-orang di sekitar itu, begitu juga mama dengan bahasa Arabnya. Setelah sekitar satu jam terdampar di sana, akhirnya papa mendatangi petugas pom bensin yang berwajah India, dengan harapan dia lancar berbahasa Inggris (India adalah salah satu negara jajahan Inggris, bahasa Inggris cukup populer di sana), benar saja petugas itu bisa menjelaskan dengan cukup jelas pada papa bagaimana cara menuju ke Madinah. Pertama-tama kami harus menaiki taksi untuk menuju terminal bus Saptco di sisi lain kota Jeddah untuk selanjutnya naik bus ke Madinah. Kebetulan ada sebuah taksi yang memasuki komplek pom bensin saat itu, tanpa menunda lagi, kami langsung bergerak untuk memanggil dan menaiki taksi tersebut. Setelah sekitar satu jam perjalanan melalui jalanan kota Jeddah sambil asyik melihat-lihat tempat yang masih asing bagiku itu, kami kemudian sampai ke terminal bus Saptco. Ternyata bus Jeddah-Madinah berangkat setiap jam, jadi tak perlu menunggu lama untuk bisa duduk di dalam bus yang akan mengantar kami selama 6 jam perjalanan dari kota Jeddah ke Madinah.
Saat menaiki bus dan memilih tempat duduk di bagian depan, kami mendapat sebuah kejutan manis. Ternyata sopir dan kernet bus tersebut adalah orang Indonesia. Jadilah kami memiliki teman mengobrol dan bertanya tentang berbagai informasi pada pak sopir dan rekannya itu. Tak lupa papa menanyakan cara untuk ke Mekkah dari Madinah, dan hal-hal lain yang belum kami mengerti pada mereka. Setelah perjalanan panjang melewati gurun tandus, sambil membayangkan betapaberatnya medan hijrah Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah yang beliau tempuh hanya dengan kendaraan seekor unta, kami akhirnya sampai di terminal bus Saptco Madinah. Ternyata letaknya tak jauh dari kompleks masjid suci tujuan kami, Masjid Nabawi, tempat Rasulullah SAW dan sahabat beribadah, tinggal, dan juga dimakamkan.
(Bersambung ke tulisan selanjutnya di sini)
*) Miqat (bahasa Arab: ميقات) adalah batas bagi dimulainya ibadah haji (batas-batas yang telah ditetapkan). Apabila melintasi miqat, seseorang yang ingin mengerjakan haji perlu mengenakan kain ihram dan memasang niat. Miqat digunakan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah. Sebagian orang membolehkan untuk mengambil miqat di tempat selain yang dtentukan, misalnya di bandara. Namun kami berpendapat miqat sebagai baatasan syar'i yang harus ditepati. Untuk yang berangkat dariIndonesia, letaknya di atas laut Yalamlam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar