Ribuan obat-obatan berbagai jenis dan merek banyak beredar di Indonesia. Mulai dari obat penghilang rasa sakit, antibiotik, hingga obat batuk dan demam. Tapi, siapa sangka jika obat-obat itu diragukan kualitasnya, bahkan diduga sudah melewati masa berlaku atau kedaluarsa. Kita perlu waspada, Karena obat- obat semacam ini sulit dibedakan dari obat-obat biasa. Obat-obat ini berasal dari obat-obat sisa atau bekas pemakaian yang tidak habis, bahkan beberapa berasal dari pemulung sampah.
Beberapa rumah sakit bahkan menjadi pemasok besar dari obat-obat bekas tersebut. Modusnya adalah mengumpulkan obat bekas pasien rawat inap, lalu menjualnya ke pengumpul. Pelakunya biasanya orang dalam, seperti yang terjadi di salah satu rumah sakit di Kota Madiun Januari lalu, bagian staf obatnya kedapatan menyimpan 2300 obat bekas pasien untuk dijual kembali.
Para pemulung juga menjadi kontributor dalam pengumpulan obat-obatan bekas ini. Pemulung-pemulung tersebut mengumpulkan obat-obatan bekas dari sampah rumah tangga. Hasilnya kemudian dibersihkan hingga terlihat baru kembali, dan jika sudah kadaluarsa, tanggal yang tertera dalam kemasan akan dihapus dan diganti dengan yang baru. Selain itu sejumlah orang sering berkeliling di rumah-rumah penduduk untuk membeli obat yang masih tersisa dengan harga yang murah.
Toko obat seringkali menjadi penadah dari obat-obat bekas tersebut. Beberapa toko obat juga menerima pengembalian obat sisa dari pembeli, padahal keadaannya sudah tidak terjamin. Obat bekas itu biasanya dibeli dengan harga sangat miring dan dijual dengan harga murah. Masyarakat kalangan bawah biasanya terkecoh dengan harga murah yang ditawarkan obat-obat bekas tersebut, sehingga lebih memilih untuk membelinya. Obat-obat yang fisiknya bagus biasanya sangat mudah terjual dipasaran.
Karena sulit untuk dideteksi, peredaran obat bekas hingga kini masih luas. Padahal menurut Undang-undang Kesehatan yang didalamnya terdapat pasal penanganan obat-obat kadaluarsa, obat-obatan tersebut harus dimusnahkan. Selain itu untuk mencegah masuknya obat palsu ke dalam apotek, Depkes telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Jadi, bila apotek menjual obat dari jalur tidak resmi atau tidak melalui pedagang besar farmasi yang ditunjuk, pihak apotek bisa dijatuhi sanksi administratif maupun pidana.Untuk itu, agar dapat menghambat peredaran obat bekas tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan; Sebelum obat-obat yang tidak terpakai lagi dibuang, kalau bentuknya tablet hancurkan terlebih dahulu, atau rusak kemasannya dengan disobek. Jangan pernah sekalipun membuang obat bekas dalam keadaan utuh, Kalau bentuknya sirup atau cair, lebih baik tuang dulu isinya sebelum dibuang
Agar terhindar dari obat-obatan bekas, sebaiknya beli obat di apotek-apotek yang sudah terdaftar, jangan membeli obat di sembarang toko obat. Awasi distribusinya, distribusi obat yang benar harus melalui PBF (Pedagang Besar Farmasi). Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia juga meminta masyarakat lebih hati-hati dalam membeli obat. Obat bekas atau kedaluarsa diyakini dapat beredar luas di masyarakat akibat sistem pendistribusian yang kurang baik. Kejelian konsumen dalam membeli obat juga menjadi faktor penting menghindari obat berbahaya.
Selain obat bekas, nampaknya Indonesia juga menjadi pusat peredaran obat bekas, Menurut perkiraan WHO, obat palsu yang beredar di Indonesia memiliki kisaran persentase yang sama, yakni 10% dari total konsumsi obat nasional. Total nilai pasar obat di Indonesia srelama setahun diperkirakan sekitar Rp26 triliun. Para pebisnis obat palsu setidaknya memperoleh Rp2,6 triliun dari pasar Indonesia sepanjang 2006.Hasil investigasi International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), organisasi yang beranggotakan 32 perusahaan farmasi asing, menunjukkan 40% toko obat di Indonesia menjual obat-obat palsu. Artinya, empat dari 10 toko obat di Tanah Air ini memperdagangkan obat-obat palsu.
-ChiC- dari berbagai sumber..
Kamis, 07 Mei 2009
Awas Obat Bekas!!
Langganan:
Postingan (Atom)